PERNIKAHAN DINI Pengantar diskusi untuk IPNU & IPPNU Cabang Bawean



Oleh ; Nasichun Amin (Kepala KUA Kec. Sangkapura Pulau Bawean Gresik)

Pernikahan = Perkawinan , Beda Bahasa sama makna/maksud. Dini => Dini hari, masih dini, sangat dini = sebelum hari, belum waktunya, belum cukup, prematur, dll
“Pernikahan Dini”  apa maksudnya ? kalau yang dimaksud / dimaknai belum cukup atau prematur maka tentunya adalah hal yang negatif. Kalau itu negatif harus ada alasan yang logis dan sesuai dengan masa / zaman sekarang. Masa/zaman sekarang dengan dahulu jelas beda.
Batasan “Pernikahan Dini”  juga berbeda menurut masa / zaman. Pernikahan kakek nenek / ortu kita, sebelum tahun 1970 , usia 10 s/d 15 tahun bagi wanita dan 15 s/d 18 tahun  bagi pria sudah cukup matang pada zaman itu. Tentunya dengan berbagai alasan yang logis waktu itu. Contoh 10 tahun wanita sudah pandai memasak , membantu bercocok tanam serta membantu kerja keras ibunya. Umur 15 tahun  bagi pria sudah berternak dan bekerja keras dll. Zaman tersebut dalam usia diatas sudah dianggap cukup mampu untuk menikah dan bukan dikategorikan pernikahan dini.
Setelah tahun 1970 sampai sekarang sesuai perkembangan zaman dan sosial yang sdh berbeda , ekonomi sudah lebih baik , wanita usia 10 s/d 17 tahun ataupun pria 15 s/d 20 tahun masih sekolah dan banyak yang belum bisa memposisikan diri sebagai penaggungjawab dalam berkeluarga. Perkembangan dunia kesehatan dan psichologi  yang secara ilmiyah menyatakan usia wanita dan pria sebelum  21  tahun  belum matang dari sisi organ reproduksi (terutama wanita) maupun psichologis/kejiwaannya.
Yang perlu diperhatikan dari kutipan hadits perintah nikah adalah kata “الْبَاءَةَ”, secara bahasa kata الْبَاءَةَ berarti “jima’/ hubungan suami istri”.  Namun dalam pengertian secara istilah para ulama’ memiliki dua pendapat. Pendapat yang pertama, pengertian الْبَاءَةَ sebagaiman pegertiannya secara bahasa, meskipun pengertiannya adalah “hubungan suami istri” namun ulama’ mengatakan harus tetap memiliki kemampuan dalam memberi nafkah kepada istri setelah menikah. Pendapat yang kedua : maksud dari الْبَاءَةَ adalah kemampuan untuk menafkahi istri dan keluarga selepas menikah nantinya. Hal ini didasarkan dengan tujuan menikah untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Tentunya persyaratan dhohir yang duniawi harus dipenuhi disamping persyaratan bathin ukhrowi berupa keimanan dan kesalihan hidup.
Pernikahan dini melanggar hak anak, terutama anak perempuan. Anak perempuan, sebagai pihak yang paling rentan menjadi korban dalam kasus pernikahan dini, juga mengalami sejumlah dampak buruk Pernikahan dini nyatanya membawa dampak buruk bagi anak perempuan:
1. Rentan KDRT
Menurut temuan Plan, sebanyak 44 persen anak perempuan yang menikah dini
mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan tingkat frekuensi tinggi. Sisanya, 56 persen anak perempuan mengalami KDRT dalam frekuensi rendah.
2. R
esiko meninggal
Selain tingginya angka KDRT, perkawinan dini berdampak pada kesehatan reproduksi anak perempuan. Anak perempuan berusia 10-14 tahun memiliki kemungkinan meninggal lima kali lebih besar, selama kehamilan atau melahirkan, dibandingkan dengan perempuan berusia 20-25 tahun. Sementara itu, anak yang menikah pada usia 15-19 tahun memiliki kemungkinan dua kali lebih besar.
3. Terputusnya akses pendidikan
Di bidang pendidikan, perkawinan dini mengakibatkan si anak tidak mampu mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Hanya 5,6 persen anak kawin dini yang masih melanjutkan sekolah setelah kawin.
Ada lima faktor yang memengaruhi perkawinan dini , yaitu perilaku seksual dan kehamilan tidak dikehendaki, tradisi atau budaya, rendahnya pengetahuan kesehatan reproduksi dan tingkat pendidikan orangtua, faktor sosio-ekonomi dan geografis, serta lemahnya penegakan hukum. Ditambah penyebaran kecanggihan IT tanpa diimbangi dengan saringan dampak negatifnya.
Walapun dalam UU No 01/1974 terdapat batas nikah usia minimal 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi pria, namun pada masa/zaman sekarang hal tersebut perlu dievaluasi kembali. Apakah masih cocok pada zaman sekarang ?
Tantangan dan godaan hidup semakin keras di mana-mana terutama bagi para remaja pra nikah, selayaknya kita semua lebih giat menyiapkan benteng diri bagi kita , keluarga, dan teman-teman semua.
Survei terbaru Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menyebutkan 63 persen remaja di beberapa kota besar di Indonesia telah melakukan hubungan seks di luar nikah. Dari beberapa penelitan yang dilakukan sejak tahun 2006, sebanyak 62,7 persen remaja SMP tidak perawan dan 21,2 persen remaja mengaku pernah aborsi. Perilaku seks bebas pada remaja tersebar di kota dan desa pada tingkat ekonomi kaya dan miskin. (http://www.bkkbn.go.id/Lists/Berita/DispForm.aspx?ID=311) ini bukan alasan tepat untuk pernikahan dini.
Bentengi dan sibukkan diri dengan ibadah , dzikir dan do’a. Belajar dan tambah ilmu, Berorganisasi yang manfaat, berkreasi dan wirausaha.
Wahai Remaja , hadapi hidup dengan SEMANGAT MENGGAPAI CITA-CITA, jangan sekali-kali patah semangat. Mulai umur 10 s/d 15 tahun  tanamkan cita-cita mulia, “mau jadi apa saya ?” 15 s/d 20 tahun mantapkan pilihan dan terus berjuang. Jangan berfikir “cinta” kepada si dia. Kalau ada “cinta” harus diJADIkan cambuk mengejar cita-cita, nanti pasti bertemu “CINTA SEJATI” bila sudah dewasa dan berhasil menggapai CITA-CITA.
Hindari Pornografi, pornoaksi, dan porno lainnya karena itu lebih berbahaya dari NARKOBA

MARI BERJUANG & BEKERJA SAMA, Semoga ALLAH meridlo dan memberi petujukNYA.

comment 0 komentar:

Posting Komentar

BERITA & ARTIKEL LAIN

 
copyright©2011 KUA Sangkapura Bawean Gresik Jawa Timur