PUASA DI DAERAH SUBTROPIS





POSTED BY FREEZE
Puasa di bulan Ramadan biasanya selalu identik dengan religiusitas umat Islam karena mereka tercover dalam berbagai aktivitas keagamaan untuk berlomba-lomba melakukan kebajikan (fastabiqul khairat). Kebajikan yang merupakan rentetan amaliah puasa itu, di antaranya puasa, salat sunah, kajian, infak, sedekah, tadarus Alquran, dan amalan sunah lainnya.
Tetapi rentetan amal tersebut tidak akan barokah jika hanya merupakan rutinitas formal, tanpa mengetahui hikmah dan substansinya. Oleh sebab itu, Ramadan perlu dimaknai sebagai bulan penggemblengan ruhiyah (hati), jasadiyah (jasad/fisik), dan fikriyah (pikiran/akal) agar di 11 bulan berikutnya, kita bisa menjadi insan yang lebih fitrah.
Puasa bisa dimaknai substansinya jika kita mengetahui faedah-faedahnya, di antaranya: Pertama, secara ruhiyah, ibadah puasa bisa berpengaruh positif terhadap kejiwaan karena puasa tidak hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga bisa mengendalikan hawa nafsu sehingga bisa membuat orang menjadi cerdas, seperti yang disabdakan Rasulullah SAW bahwa orang yang cerdas adalah orang yang bisa mengendalikan hawa nafsu.
Selain itu, kebutuhan roh yakni mengingat Allah (dzikrullah) bisa terpenuhi secara kondusif pada bulan puasa. Kedua, secara jasadiyah, puasa bisa membuat orang sehat. Berbagai penelitian tentang faedah puasa dari sisi kesehatan telah dilakukan oleh berbagai ahli, misalnya ahli dari negara Barat dan nonmuslim yang pernah meneliti, di antaranya Allan Cott MD (Amerika) mengemukakan bahwa orang yang berpuasa dapat merasa lebih baik secara fisik dan mental, melihat dan merasa lebih muda, membersihkan badan, menurunkan tekanan darah dan kadar lemak, lebih mampu mengendalikan seks, membuat badan sehat dengan sendirinya, mengendorkan ketegangan jiwa, menajamkan fungsi inderawi, memperoleh kemampuan mengendalikan diri, dan memperlambat proses penuaan.
Sementara Dr Yury Nikolayev (Direktur bagian diet di Rumah Sakit Jiwa Moskow) menilai bahwa orang yang berpuasa dapat menjadi awet muda; dan Alvenia M Fulton (Direktur Lembaga Makanan Sehat "Fultonia" di Amerika) menyatakan puasa dapat memperindah dan mempercantik wanita secara alami. Ketiga, secara fikriyah, puasa dapat mencerdaskan pikiran/akal karena orang yang berpuasa akan semakin bertambah ilmunya sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup dan dapat mengemban amanah sebagai khalifatul filardhi (wakil Allah di bumi).
Setelah mengetahui berbagai faedah puasa di atas, diharapkan orang dapat melaksanakannya dengan sungguh-sungguh sehingga dapat berusaha menuju insan kamil yang muttaqien (manusia sempurna yang bertakwa). Tetapi tentunya tidak mudah dalam menuju predikat tersebut karena puasa tidak boleh dilaksanakan sekadar asal, tanpa ada tata cara yang benar. Oleh sebab itu, diperlukan pemahaman (ilmu) tentang tata cara berpuasa, yang salah satunya berkaitan dengan waktu. Orang yang memiliki pemahaman yang benar tentang faedah puasa tentunya akan berusaha melaksanakan puasa tersebut dengan sungguh-sungguh, termasuk bersungguh-sungguh dalam memahami waktunya.
Waktu Puasa
Alquran menyebutkan, "...dan makan-minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam...(QS 2: 187). Ayat ini memberitahukan bahwa umat Islam diperbolehkan makan dan minum pada malam hari. Kemudian harus berpuasa sampai datangnya malam. Jadi, dalam konteks ini, puasa dilaksanakan pada siang hari.
Persepsi siang hari bagi orang yang tinggal di daerah tropis adalah kondisi terang karena terdapat sinar matahari, sedangkan malam adalah kondisi gelap-gulita, tanpa ada sinar matahari karena sinar tersebut telah tenggelam di bawah horizon. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang tinggal tanpa ada sinar matahari atau lama matahari bersinar sangat pendek? Apakah mereka harus meninggalkan kewajiban berpuasa?
Tentu saja tidak, Allah itu serba Maha. Dalam memberikan kewajiban terhadap hamba-hamba-Nya, telah diperhitungkan dengan sangat cermat. Begitu pula dengan agama Islam yang diturunkan-Nya, bersifat sempurna (QS 5: 3), supel, dan universal.
Nabi Muhammad SAW memang diturunkan di daerah tropis, dan kita juga tinggal di negara yang beriklim tropis, tentu tidak akan mengalami kendala dalam hal waktu siang dan malam. Kita bisa menjalankan puasa seperti yang pernah dicontohkan Rasulullah SAW di daerah tropis. Tetapi bagi orang-orang yang tinggal di daerah beriklim subtropis, sejuk, dan dingin, serta orang yang pergi ke luar angkasa, tentunya berbeda dalam menghadapi waktu siang dan malam yang lamanya tidak proporsional (siang 12 jam, malam 12 jam).
Daerah dekat Kutub Utara atau Selatan tidak memiliki keseimbangan siang dan malam. Malam atau siangnya bisa menjadi lebih lama. Matahari tidak terbit atau tidak tenggelam selama beberapa bulan. Lalu, apakah orang-orang yang tinggal di sana harus berpuasa selama 20 jam atau lebih ketika musim panas? Atau cuma 3-4 jam ketika musim dingin? Atau justru tidak berpuasa karena tidak ada sinar matahari sehingga gelap terus. Keadaan tersebut memang tidak terjadi pada masa Rasulullah SAW sehingga dalam menerapkan fikih tidak bisa diambil serta-merta, tetapi meminjam kata-kata Agus Mustofa (penulis buku-buku tentang perpaduan ilmu tasawuf dan sains) diperlukan keteladanan lokal dalam konteks universal.
Dalam hal ini, ada beberapa hal yang bisa dijadikan pertimbangan, di antaranya: Pertama, orang-orang yang tinggal di daerah selain tropis tetap menjalankan puasa tanpa mempersulit/memberatkan pelaksanaan ibadah tersebut karena Islam merupakan agama yang fitrah. Jadi, ajaran-ajaran yang ada di dalamnya bisa dilaksanakan sesuai dengan kemampuan manusia dan konteks perkembangan zaman.
Kedua, daerah tropis bisa dijadikan sebagai pedoman waktu puasa karena memang Islam diturunkan di daerah tropis. Maksudnya, berpedoman pada pergerakan matahari di daerah tropis yang dikonversi ke dalam bentuk jam. Hal ini berdasarkan pada konsep garis bujur karena seluruh wilayah di permukaan bumi ini akan berada pada jam yang sama jika terletak di garis bujur yang sama pula. Jadi, puasa bisa dilaksanakan pada kondisi gelap ("malam") asalkan sama jamnya dengan daerah lain yang terang (siang) karena berada di garis bujur yang sama. Ketiga, untuk kondisi di luar angkasa, puasa juga bisa dilakukan dengan berpedoman pada jam universal.
Puasa memang bisa dilaksanakan di belahan bumi manapun dan waktunya tidak memberatkan. Mahasuci Allah yang telah menurunkan Islam dengan rahmatan lil'alamien (rahmat bagi seluruh alam). Segala perintah-Nya telah diperhitungkan dengan sangat cermat sehingga tidak memberatkan hamba-hamba-Nya karena Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu (QS 2: 185). Marhaban Ya Ramadan, mohon maaf lahir-batin. Wallahu a'lam.

comment 0 komentar:

Posting Komentar

BERITA & ARTIKEL LAIN

 
copyright©2011 KUA Sangkapura Bawean Gresik Jawa Timur