oleh : Nasichun Amin, M.Ag (Kepala KUA Sangkapura)
SEBAB / HUBUNGAN | AHLI WARIS | SYARAT | PEROLEHAN HARTA WARIS | DASAR HUKUM | |||
Al-Qur’an / Hadits | Pasal KHI | ||||||
A | PERKAWINAN (yang masih terikat status | 1. | Istri / Janda | Bila tidak ada anak/cucu | 1/4 | An-Nisa’ 12 | 180 |
Bila ada anak/cucu | 1/8 | ||||||
2. | Suami / Duda | Bila tidak ada anak/cucu | 1/2 | An-Nisa’ 12 | 179 | ||
Bila ada anak/cucu | 1/4 | ||||||
B. | NASAB / HUBUNGAN DARAH | 1. | Anak Perempuan | Sendirian (tidak ada anak dan cucu lain) | 1/2 | An-Nisa’ 11 | 176 |
Dua atau anak perempuan tidak ada anak atau cucu laki-laki | 2/3 | ||||||
2. | Anak Laki-Laki | Sendirian atau bersama anak / cucu lain (laki-laki atau perempuan) | Ashobah (sisa seluruh harta setelah dibagi pembagian lain) | An-Nisa’ 11 dan Hadist 01 | |||
Keterangan : Pembagian antara laki-laki dan perempuan 2 banding 1 | |||||||
3. | Ayah Kandung | Bila tidak ada anak / cucu | 1/3 | An-Nisa’ 11 | 177 | ||
Bila ada anak / cucu | 1/6 | ||||||
4. | Ibu Kandung | Bila tidak ada anak/cucu dan tidak ada dua saudara atau lebih dan tidak bersama Ayah Kandung | 1/3 | An-Nisa’ 11 | 178 | ||
Bila ada anak/cucu dan / atau ada dua saudara atau lebih dan tidak bersama Ayah Kandung | 1/6 | ||||||
Bila tidak ada anak/cucu dan tidak ada dua saudara atau lebih tetapi bersama Ayah Kandung | 1/3 dari sisa sesudah diambil istri/janda atau suami/duda | An-Nisa’ 11 | |||||
5. | Saudara laki-laki atau perempuan seibu | Sendirian tidak ada anak / cucu dan tidak ada Ayah Kandung | 1/6 | An-Nisa’ 12 | 181 | ||
Dua orang lebih tidak ada anak / cucu dan tidak ada Ayah Kandung | 1/3 | ||||||
6. | Saudara perempuan kandung atau seayah | Sendirian tidak ada anak / cucu dan tidak ada Ayah Kandung | 1/2 | An-Nisa’ 12 | 182 | ||
Dua orang lebih tidak ada anak / cucu dan tidak ada Ayah Kandung | 2/3 | ||||||
7. | Saudara laki-laki kandung atau seayah | Sendirian atau bersama saudara lain dan tidak ada anak / cucu DAN tidak ada ayah kandung | Ashobah (sisa seluruh harta setelah dibagi pembagian lain) | An-Nisa’ 12 dan Hadits 01 | |||
Keterangan : Pembagian antara laki-laki dan perempuan 2 banding 1 | |||||||
8. | Cucu / keponakan (anak saudara) | Menggantikan kedudukan orang tuanya yang menjadi ahli waris. Persyaratan berlaku sesuai kedudukan ahli waris yang diganti | Sesuai yang diganti kedudukannya sebagai ahli waris | Tidak ada / Ijtihad | 185 |
Catatan :
ü Harta peninggalan sebelum dibagi sebagai harta waris terlebih dahulu harus diselesaikan masalah hutang piutang pewaris (yang meninggal) dan biaya pemakaman serta wasiat yang dibolehkan (bila ada). Disamping itu bila si mayit meninggalkan istri (janda) atau suami (duda) dan masih terikat perkawinan perlu dipisahkan lebih dahulu antara harta bawaan (harta yang dipunyai sebelum menikah) dan harta bersama (harta yang diperoleh setelah pernikahan atau harta gono-gini). Sesuai dengan hukum adat bahwa harta bersama/gono-gini dibagi menjadi dua bagian, separuhnya adalah milik suami dan separuhnya milik istri.
ü Jadi yang menjadi Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah(tajhis), pembayaran hutang dan pemberian kerabat (Pasal 171 butir e KHI ).
ü Kerabat yang tidak memperoleh bagian waris, ANAK ANGKAT atau ORANG TUA ANGKAT dapat memperoleh bagian sebagai HIBAH (ketika pewaris masih hidup) atau sebagai WASIAT WAJIBAH, atau diberi bagian yang tidak boleh lebih dari 1/3 harta warisan sesuai ketentuan pasal 194 s/d 214 KHI.
ü Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya. (pasal 183)
ü Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian warisan. (pasal 188)
0 komentar:
Posting Komentar